MAKALAH
MUHKAM DAN MUTASYABIH
Makalah ini disusun
Guna Memenuhi Tugas
Dosen
pengampu : M. Ani Muklis S.Ag
Di susun oleh:
Fahrudin
Nazilaturrohmah
Imam Al Fatah
Khofsatun
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
(STAINU)
PURWOREJO
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran,
kalam Tuhan yang dijadikan sebagai pedoman dalam setiap aspek kehidupan umat
Islam, tentunya harus dipahami secara mendalam. Pemahaman Al-Quran dapat
diperoleh dengan mendalami atau menguasai ilmu-ilmu yang tercangkup dalam
ulumul quran. Dan menjadi salah satu bagian dari cabang keilmuan ulumul quran
adalah ilmu yang membahas tentang Muhkam Mutasyabbih ayat.
Muhkam Mutasyabbih ayat
hendaknya dapat dipahami secara mendalam. Hal ini dikarenakan, dua hal ini
termasuk dalam objek yang urgen dalam kajian/pemahaman Al-Quran. Jika kita
tengok dalam Ilmu Kalam, hal yang mempengaruhi adanya perbedaan pendapat antara
firqoh satu dengan yang lainnya, salah satunya adalah pemahaman tentang ayat muhkam
dan mutasyabbih. Bahasa Al-Quran ada kalimat yang jelas (muhkam) dan yang belum
jelas (mitasyabih), hingga dalam penafsiran Al-Quran (tentang ayat muhkam
mutasyabih-red) terdapat perbedaan-perbedaan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas, ada beberapa
hal yang cukup urgen dipertanyakan sebagai wujud keingintahuan terhadap cabang
ilmu ini. Adapun hal-hal tersebut adalah:
- Pengertian Muhkam dan Mutasyabih itu sendiri.
2.
Apa sebab-sebab adanya Al-Muhkam dan
Al-Mutasyabih
- Apa macam-macam dari ayat-ayat Mutasyabih.
- Hikmah Diturunkannya Ayat-ayat Mutasyabih.
- Pendapat Ulama Tentang Ayat-ayat Mutasyabih.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Muhkam
dan Mutasyabih
- Pengertian Muhkam
Kata muhkam, secara etimologis,
merupakan bentuk ubahan dari kata ihkam yang artinyaurusan
itu baik atau pokok. Sedangkan muhkam ialah sesuatu yang
dikokohkan, jelas, fasih, indah dan membedakan antara yang hak dan yang bathil..
Sedangkan Menurut istilah Muhkam ialah lafal yang
artinya dapat diketahui dengan jelas dan kuat secara berdiri sendiri tanpa
dita’wilkan karena susunan terbitnya tepat, dan tidak musykil, karena
pengertiannya masuk akal, sehingga dapat diamalkan karena tidak dinasakh
Contoh: Surat Al-Baqarah ayat 83, yang
Artinya:
“Dan (ingatlah) tatkala Kami membuat janji
dengan Bani Israil, supaya jangan mereka menyembah melainkan kepada Allah, dan
terhadap kedua Ibu Bapak hendaklah berbuat baik, dan (juga) kepada kerabat
dekat, dan anak-anak yatim dan orang orang miskin , dan hendaklah mengucapkan
perkataan yang baik kepada manusia, dan dirikanlah sholat dan keluarkanlah
zakat. Kemudian, berpaling kamu , kecuali sedikit, padahal kamu tidak
memperdulikan.”
- Pengertian Mutasyabih
Kata Mutasyabih berasal dari kata tasyabuh,
yang secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada
kesamaran antara dua hal. Tasyabaha, Isytabaha sama dengan Asybaha (mirip,
serupa, sama) satu dengan yang lain sehingga menjadi kabur, tercampur.
Sedangkan secara terminoligi Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum jelas
maksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, atau maknanya yang
tersembunyi, dan memerlukan keterangan tertentu, atau hanya Allah yang
mengetahuinya.
Contoh: Surat Thoha ayat 5, yang Artinya:
(Allah) Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas ‘Arasy’
B.
Sebab-Sebab Terjadinya Tasyabuh dalam Alquran
Penyebab terjadinya tasyabuh dalam
Alquran adalah karena adanya:
a.
Ketersembunyian pada lafal,
b. Ketersembunyian
pada makna
c. Ketersembunyian pada
lafal dan makna sekaligus
:
C. Macam-macam
Ayat Mutasyabih
Sesuai dengan sebab-sebab
adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Al-Qur’an, maka ayat-ayat tersebut
dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:
- Ayat-ayat mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manusia, atau kecuali Allah SWT. Contohnya seperti Dzat Allah SWT, hakikat sifat-sifatNya, waktu datangnya hari kiamat, dan hal-hal ghoib lainnya. Seperti keterangan surah Al-An’am ayat 59:
Artinya: “Dan
pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghoib: tidak ada yang mengetahui
kecuali Dia sendiri.”
2.
Ayat-ayat mutasyabihat yang dapat diketahui
maksudnya oleh semua orang. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan pembahasan dan
pengkajian/penelitian yang mendalam. Contohnya ayat-ayat mutasyabihat yang
kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang, urutan, dan seumpamanya.
Jadi, dalam menyikapi ayat-ayat ini adalah
merinci yang mujmal, menentukan yang musytarak, menqayidkan yang mutlak,
menertibkan yang kurang tertib, dan sebagainya. Seperti dalam firman Allah Q.S.
An-Nisa ayat 3:
Artinya: “Dan
jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim, maka kawinilah wanita-wanita (lain).”
Maksud ayat ini tidak jelas
dan ketidak jelasannya timbul karena lafalnya yang ringkas. Kalimat asalnya
berbunyi:
Artinya: “Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yang yatim
sekiranya kamu kawini mereka, maka kawinilah wanita-wanita selain mereka.”
3.
Ayat-ayat mutasyabihat yang hanya dapat
diketahui oleh para pakar ilmu dan sain, bukan semua orang. Ahmad Syadzali
dalam bukunya tipe yang ketiga ini lebih menspesifikkan lagi. Ia menyatakan
maksudnya ayat-ayat tersebut hanya dapat diketahui oleh para ulama tertentu dan
bukan semua ulama. Jadi bukan semua ulama apalagi orang awam yang dapat
mengetahui maksudnya.
Allah berfirman dalam surat Ali Imran
ayat 7:
Artinya: “Padahal
tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang
mendalam ilmunya.”
D. Hikmah
Diturunkannya Ayat-ayat Mutasyabih
hikmahnya adalah sebagai berikut;
- Sebagai rahmat Allah SWT.
- Ujian dan cobaan terhadap kekuatan iman umat manusia.
- Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia.
- Mendorong umat untuk giat belajar, tekun menalar, dan rajin meneliti.
- Memperlihatkan kemukjizatan Al-Qur’an ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan Allah SWT.
- Memudahkan orang dalam memahami Al-Qur’an.
- Menambah pahala umat manusia, dengan bertambah sukarnya memahami ayat-ayat mutasyabihat.
- Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang bermacam-macam.
E. Pendapat
Ulama Tentang Ayat-ayat Mutasyabih
Pada dasarnya perbedaan pendapat para Ulama
dalam menanggapi sifat-sifat mutasyabihat dalam Al-Qur’an dilatarbelakangi oleh
perbedaan pemahaman atas firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat
7.
Subhi Al-Shalih membedakan pendapat para
ulama ke dalam dua mazhab, yaitu:
1. Mazhab Salaf
Yaitu orang-orang yang
mempercayai dan mengimani sifat-sifat mutasyabihat ini dan menyerahkan
hakikatnya kepada Allah sendiri. Para Ulama Salaf mengharuskan kita berwaqaf
(berhenti) dalam membaca QS. Ali Imran : 7 pada lafal jalalah. Hal ini
memberikan pengertian bahwa hanya Allah yang mengerti takwil dari ayat-ayat mutasyabihat
yang ada. Mazhab ini juga disebut mazhab Muwaffidah atau Tafwid
2. Mazhab Khalaf
Yaitu orang-orang yang
mentakwilkan (mempertangguhkan) lafal yang mustahil dzahirnya kepada makna yang
layak dengan zat Allah. Dalam memahami QS. Ali-Imran : 7 mazhab ini
mewaqafkan bacaan mereka pada lafal “Warraasikhuuna fil ‘Ilmi”. Hal ini
memberikan pengertian bahwa yang mengetahui takwil dari ayat-ayat mutasyabih
adalah Allah dan orang-orang yang Rasikh (mendalam) dalam ilmunya. Mazhab ini
disebut juga Mazhab Muawwilah atau Mazhab Takwil.
Berikut ini adalah beberapa contoh
sifat-sifat mutasyabih yang menjadikan perbedaan pendapat antara mazhab Salaf
dan mazhab Khalaf:
- Lafal “Ístawa” pada Al-Qur’an surah Thaha ayat 5. Allah berfirman:
Artinya: “(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah.
yang bersemayam di atas ‘Ars.”
Dalam ayat ini diterangkan bahwa pencipta
langit dan bumi ini adalah Allah Yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas
Arsy.
Menurut mazhab Salaf, arti kata Istiwa’ sudah
jelas, yaitu bersemayam (duduk) di atas Arsy (tahta). Namun tata cara dan
kafiatnya tidak kita ketahui dan diharuskan bagi kita untuk menyerahkan
sepenuhnya urusan mengetahui hakikat kata Istiwa’ itu kepada Allah sendiri.
Sedangkan mazhab Khalaf memaknakan Istiwa’ dengan ketinggian yang abstrak berupa
pengendalian Allah terhadap alam ini tanpa merasa kepayahan.
- Lafal “yadun” pada Al-Qur’an surah Al-Fath ayat 10. Allah berfirman:
Artinya: ”Bahwasanya orang-orang yang
berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah
tangan Allah di atas tangan mereka.”
Pada ayat di atas terdapat lafal yadun yang
secara bahasa berarti tangan. Para ulama salaf mengartikan sebagaimana adanya
dan menyerahkan hakikat maknanya kepada Allah. Sedangkah ulama Khalaf memaknai
lafal yadun dengan “kekuasaan” karena tidak mungkin Allah itu mempunyai tangan
seperti halnya pada makhluk.
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Dari definisi-definisi tentang muhkam dan mutasyabih di
atas, kami dapat menyimpulkan bahwa muhkam adalah suatu lafadz yang artinya
dapat diketahui dengan jelas dan kuat berdiri sendiri serta mudah dipahami.
Sedangkan mutasyabih adalah suatu lafadz yang artinya samar, maksudnya tidak
jelas dan sulit bisa ditangkap karena mengandung penafsiran yang berbeda-beda
dan bisa jadi mengandung pengertian arti yang bermacam-macam.
Adapun penyebab terjadinya tasyabuh dalam Al-Qur’an
adalah ketersembunyian dalam makna dan lafal. Sedangkan macam-macam ayat
mutasyabih ada tiga; ayat yang tidak dapat diketahui artinya kecuali oleh
Allah, ayat yang dapat diketahui artinya dengan jalan pembahasan, dan ayat yang
dapat diketahui artinya oleh ulama tertentu.
2. Kritik dan Saran
Semoga dengan adanya makalah ini para pembaca
dan kami selaku pemateri, mendapatkan manfaatnya. Dan apabila terdapat
kekhilafan dan kekurangan dalam penulisan atau penyajian makalah ini kami
senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah
ini lebih bermanfaat di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA